Putri Yasodhara mengundang Buddha Sakyamuni, Kaludayi, Nagasamala dan Ibu ratu untuk makan bersama di istananya. Setelah mereka selesai makan, dia lalu mengundang mereka untuk menemaninya pergi ke sebuah desa kecil miskin tempat ia bekerja dengan anak-anak. Rahula juga bergabung dengan mereka. Yasodhara memandu mereka menuju pohon jambu air tua tempat Buddha mengalami meditasi pertamanya ketika masih kecil. Sang Buddha memikirkan betapa kejadian itu serasa baru terjadi kemarin padahal dua puluh tujuh tahun sudah berlalu. Pohon itu tumbuh jauh lebih besar selama sekian puluh tahun.
Atas permintaan Yasodhara, banyak anak miskin berkumpul di sekitar pohon itu. Yasodhara memberitahukan Sang Buddha bahwa anak-anak yang pernah di jumpai beliau puluhan tahun silam sekarang sudah pada menikah dan punya keluarga masing-masing. Anak-anak yang ada di bawah pohon berusia antara tujuh hingga dua belas tahun. Ketika melihat Buddha tiba mereka berhenti bermain lalu membentuk dua baris untuk Beliau berjalan di tengahnya. Sebelumnya Yasodhara sudah menunjukkan mereka cara menyalami Sang Buddha. Mereka menaruh sebuah kursi bambu khusus di bawah pohon untuk Bhagawa dan menghamparkan tikar untuk alas duduk Ratu Gotami , Yasodhara dan dua orang bhikkhu itu.
Buddha merasa bahagia duduk di sana. Beliau mengenang kembali hari-hari yang pernah di lalui-Nya bersama anak-anak miskin desa Uruvela. Beliau menceritakan kepada anak-anak itu tentang Svasti , si pengembala kerbau dan Sujata , gadis remaja yang memberi-Nya susu segar. Beliau membabarkan tentang menumbuhkembangkan hati yang penuh cinta-kasih dengan cara memperdalam pengertian.
Buddha mengisyaratkan Rahula untuk duduk di hadapan-Nya. Lalu beliau menceritakan anak-anak sebuah kisah kehidupan lampau :
Dahulu kala, hiduplah seorang pemuda bernama Megha di kaki pegunungan Himalaya. Dia adalah pemuda baik dan rajin. Kendati tak punya uang, dengan penuh keyakinan pergilah dia ke ibukota untuk belajar. Dia hanya berbekal sebatang tongkat untuk berjalan, sebuah topi, sekendi air, pakaian yang di kenakannya, serta sebuah mantel. Sepanjang perjalanan, ia berhenti dan bekerja di berbagai ladang untuk mendapatkan nasi dan terkadang uang. Sewaktu tiba di ibukota Divapati, dia sudah mengumpulkan lima ratus rupe.
Ketika dia memasuki kota, tampaknya penduduk sedang mempersiapkan suatu perayaan penting, ingin tahu perayaan apa, ia pun melihat sekeliling guna mencari orang untuk di tanyai. Pada saat itu , melintaslah seorang gadis cantik di hadapannya. Gadis itu sedang memegang sebuah karangan bunga teratai yang setengah mekar.
Megha bertanya kepadanya, "Numpang tanya dik, ada perayaan apakah hari ini ?"
Gadis itu menjawab, "Engkau pasti orang asing di Divapati, kalau bukan, engkau pasti tahu hari ini Guru yang tercerahkan Dipankara sudah datang. Beliau dikatakan bagaikan sebuah obor yang menerangi jalan bagi semua makhluk. Beliau adalah putra Raja Arcimat yang berkelana mencari jalan Sejati dan telah menemukan-Nya. Jalan Beliau menerangi seantero dunia hingga masyarakat menyelenggarakan perayaan ini untuk menghormati beliau."
Megha sangat gembira mendengar kehadiran seorang guru yang telah tercerahkan. Ingin sekali ia mempersembahkan sesuatu untuk guru itu dan memohon menjadi murid-Nya. Bertanyalah ia kepada gadis itu, "Seharga berapakah engkau beli bunga-bunga teratai itu ?"
Gadis itu menatap Megha dan dengan mudah dapat melihat bahwa ia adalah seorang pemuda cerdas yang penuh perhatian. Gadis itu menjawab, "Aku hanya membeli lima tangkai saja. Dua tangkainya lagi aku petik dari kolam di rumahku sendiri."
Megha bertanya, "Berapa uang yang engkau keluarkan untuk lima tangkai itu ?"
"Lima Ratus Rupe."
Megha meminta untuk membeli lima tangkai teratai dengan lima ratus rupenya untuk di persembahkan ke Guru Dipankara. Tapi gadis itu menolak dengan berkata, "Aku membeli bunga ini untuk di persembahkan kepada beliau. Aku tidak bermaksud menjualnya kepada orang lain."
"Megha mencoba membujuknya, "Tapi engkau kan masih bisa mempersembahkan dua tangkai yang kau petik dari kolammu sendiri. Mohon ijinkanlah aku membeli lima tangkai. Aku ingin mempersembahkan sesuatu untuk Guru. Sungguh satu kesempatan langka yang sangat berharga dapat menjumpai Guru sekaliber itu dalam kehidupan ini juga. Aku ingin menemui Beliau dan bahkan memohon untuk menjadi murid-Nya. Jika engkau mengijinkan aku membeli lima tangkai terataimu itu, aku akan sangat berterima-kasih kepadamu untuk seluruh sisa hidupku."
Gadis itu menatap ke tanah dan tidak menjawab.
Megha membujuknya, "Jika engkau mengijinkan aku untuk membeli lima tangkai teratai itu, aku akan melakukan apa saja yang kau pinta."
Gadis itu tampak tersipu-sipu malu. Lama dia tidak mengangkat pandangannya dari tanah. Akhirnya, ia pun berkata, "Aku tidak tahu jodoh apa yang terjalin di antara kita di kehidupan lampau. Yang jelas aku jatuh cinta kepadamu pada pandangan pertama. Kujumpai banyak pemuda namun belum pernah hatiku bergetar seperti ini. Akan kuberikan teratai-teratai ini kepadamu untuk di persembahkan kepada Yang Tercerahkan, tapi hanya jika engkau berjanji kepadaku bahwa di dalam kehidupan ini dan kehidupan-kehidupan kita selanjutnya, aku akan menjadi istrimu."
Dia mengucapkan kata-kata tersebut dengan tergesa-gesa sehingga setelah selesai hampir saja ia kehabisan nafas. Megha tak tahu apa yang harus di katakannya. Setelah hening sejenak, iapun berkata, "Engkau sangat istimewa dan jujur sekali. Waktu melihat dirimu, akupun merasakan sesuatu yang khusus dalam hatiku. Tapi aku mencari jalan menuju pembebasan. Jika menikah tak akan bebas kutelusuri jalur itu saat kesempatan yang tepat menampakkan diri."
Gadis itu menjawab, "Berjanjilah bahwa aku akan menjadi istrimu dan aku bersumpah ketika tiba waktunya bagi dirimu untuk mencari jalurmu, aku tak akan mencegahmu pergi, sebaliknya aku akan melakukan segala yang kumampu untuk membantumu sepenuhnya mencapai pencarianmu."
Dengan bahagia Megha menerima usulannya dan bersama berangkatlah mereka mencari Guru Dipankara. Massa begitu padat sehingga mereka hampir tidak dapat melihat beliau di depan sana. Walaupun hanya dapat memandang wajah beliau sekilas saja, tapi sudah cukup bagi Megha untuk mengetahui bahwa beliau benar-benar adalah Yang Telah Tercerahkan. Megha merasakan kegembiraan yang luar biasa dan bersumpah bahwa suatu hari dirinya pun akan mencapai pencerahan tersebut. Ingin sedekat mungkin ia menghampiri agar dapat mempersembahkan Guru Dipankara bunga teratai, tapi mustahil baginya untuk bergerak maju melalui lautan manusia. Tak tahu apa yang harus di lakukan, ia pun melemparkan bunga-bunga itu ke arah Guru Dipankara. Secara ajaib sekali teratai-teratai itu mendarat tepat di tangan Sang Guru. Megha begitu gembira melihat betapa tulus hatinya terbukti. Gadis itu meminta Megha untuk melemparkan bunganya ke arah Sang Guru. Dan dua tangkai teratai itu juga mendarat di tangan Sang Guru. Guru Dipankara berseru, meminta pihak yang mempersembahkan bunga teratai untuk menampakan diri. Massa membelah diri memberikan jalan untuk Megha dan gadis itu. Megha mengandeng tangan Sang Gadis. Bersama mereka membungkuk hormat di hadapan Guru Dipankara. Sang Guru menatap Megha lalu berkata, "Aku memahami ketulusan hatimu, dapat kulihat engkau memiliki keteguhan hati yang besar untuk menelusuri jalur spritual guna mencapai penerangan sempurna dan menyelamatkan semua mahkluk. Berbahagialah, suatu hari dalam kehidupan mendatang engkau akan mencapai sumpahmu."
Setelah itu Guru Dipankara memandang gadis yang sedang berlutut di sisi Megha dan berkata kepadanya, "Engkau akan menjadi sahabat terdekat Megha dalam kehidupan ini maupun banyak kehidupan mendatang. Ingatlah untuk menepati janjimu. Engkau akan membantu suamimu merealisasikan sumpahnya."
Megha dan gadis itu tersentuh mendalam sekali oleh kata-kata sang Guru. Mereka membaktikan diri untuk mempelajari jalur menuju pembebasan yang diajarkan Yang Tercerahkan, Dipankara.
Anak-anak dalam kehidupan ini dan banyak kehidupan selanjutnya, Megha dan gadis itu hidup sebagai suami dan istri. Sewaktu sang suami harus pergi guna menelusuri jalur spritualnya, si istri membantunya dalam segala cara yang ia mampu. Tak pernah ia mencoba mencegahnya. Oleh sebab itu, dia merasa bersyukur yang paling dalam kepada istrinya. Akhirnya, berhasillah ia merealisasikan sumpahnya dan menjadi manusia yang mencapai penerangan sempurna, seperti yang diramalkan Guru Dipankara di banyak kehidupan sebelumnya.
Anak-anak, uang dan kemasyhuran bukanlah yang terpenting dalam kehidupan. Uang dan kemasyhuran bisa hilang cepat sekali. Pengertian dan cinta-kasih adalah hal terpenting dalam kehidupan. Jika kalian memiliki pengertian dan cinta-kasih, kalian akan tahu kebahagiaan. Berkat pengertian dan cinta kasih masing-masing. Megha dan istrinya saling berbagi kebahagiaan di banyak kehidupan. Dengan pengertian dan kasih sayang, tiada yang tak bisa kalian selesaikan.
Yasodhara beranjali dan membungkuk hormat kepada Buddha. Dia begitu tersentuh hingga menitikkan air mata. Ia tahu meskipun Sang Buddha menuturkan kisah itu kepada anak-anak, tapi sesungguhnya kisah itu secara khusus ditujukan kepada dirinya. Itu adalah cara Beliau menghaturkan terima-kasih kepada dirinya. Ratu Prajapati menatap Yasodhara. Dia pun paham mengapa Sang Buddha menceritakan kembali kisah ini. Dia lalu meletakkan tangannya ke atas pundak menantunya dan berkata kepada anak-anak, "Tahukah kalian siapa Megha dalam kehidupan ini? Beliau adalah Buddha. Dalam kehidupan kali ini, Beliau menjadi orang yang mencapai penerangan sempurna. Dan tahukah kalian siapa istri Megha dalam kehidupan kali ini? Dia tak lain tak bukan adalah Putri Yasodhara kalian. Berkat pengertiannya, Pangeran Siddharta bisa menelusuri jalurnya dan mencapai kebangkitan. Sudah sepantasnya kita menghaturkan terima-kasih kepada Yasodhara."
Lama sudah anak-anak mengasihi Yasodhara. Sekarang mereka berpaling ke arahnya lalu membungkuk hormat kepadanya untuk menyatakan seluruh kasih yang ada di dalam lubuk hati mereka.
Semoga kisah ini bisa membawa keteladanan bagi kita semua, sesungguhnya jodoh adalah izin dan karunia-Nya. Postingan ini diterbitkan melihat kasus-kasus poligami, nikah siri dan perselingkuhan yang sering muncul di media. Semoga dapat menumbuhkan imam pembaca.
Di ambil dari buku "Jalur Tua Awan Putih".
Atas permintaan Yasodhara, banyak anak miskin berkumpul di sekitar pohon itu. Yasodhara memberitahukan Sang Buddha bahwa anak-anak yang pernah di jumpai beliau puluhan tahun silam sekarang sudah pada menikah dan punya keluarga masing-masing. Anak-anak yang ada di bawah pohon berusia antara tujuh hingga dua belas tahun. Ketika melihat Buddha tiba mereka berhenti bermain lalu membentuk dua baris untuk Beliau berjalan di tengahnya. Sebelumnya Yasodhara sudah menunjukkan mereka cara menyalami Sang Buddha. Mereka menaruh sebuah kursi bambu khusus di bawah pohon untuk Bhagawa dan menghamparkan tikar untuk alas duduk Ratu Gotami , Yasodhara dan dua orang bhikkhu itu.
Buddha merasa bahagia duduk di sana. Beliau mengenang kembali hari-hari yang pernah di lalui-Nya bersama anak-anak miskin desa Uruvela. Beliau menceritakan kepada anak-anak itu tentang Svasti , si pengembala kerbau dan Sujata , gadis remaja yang memberi-Nya susu segar. Beliau membabarkan tentang menumbuhkembangkan hati yang penuh cinta-kasih dengan cara memperdalam pengertian.
Buddha mengisyaratkan Rahula untuk duduk di hadapan-Nya. Lalu beliau menceritakan anak-anak sebuah kisah kehidupan lampau :
Dahulu kala, hiduplah seorang pemuda bernama Megha di kaki pegunungan Himalaya. Dia adalah pemuda baik dan rajin. Kendati tak punya uang, dengan penuh keyakinan pergilah dia ke ibukota untuk belajar. Dia hanya berbekal sebatang tongkat untuk berjalan, sebuah topi, sekendi air, pakaian yang di kenakannya, serta sebuah mantel. Sepanjang perjalanan, ia berhenti dan bekerja di berbagai ladang untuk mendapatkan nasi dan terkadang uang. Sewaktu tiba di ibukota Divapati, dia sudah mengumpulkan lima ratus rupe.
Ketika dia memasuki kota, tampaknya penduduk sedang mempersiapkan suatu perayaan penting, ingin tahu perayaan apa, ia pun melihat sekeliling guna mencari orang untuk di tanyai. Pada saat itu , melintaslah seorang gadis cantik di hadapannya. Gadis itu sedang memegang sebuah karangan bunga teratai yang setengah mekar.
Megha bertanya kepadanya, "Numpang tanya dik, ada perayaan apakah hari ini ?"
Gadis itu menjawab, "Engkau pasti orang asing di Divapati, kalau bukan, engkau pasti tahu hari ini Guru yang tercerahkan Dipankara sudah datang. Beliau dikatakan bagaikan sebuah obor yang menerangi jalan bagi semua makhluk. Beliau adalah putra Raja Arcimat yang berkelana mencari jalan Sejati dan telah menemukan-Nya. Jalan Beliau menerangi seantero dunia hingga masyarakat menyelenggarakan perayaan ini untuk menghormati beliau."
Megha sangat gembira mendengar kehadiran seorang guru yang telah tercerahkan. Ingin sekali ia mempersembahkan sesuatu untuk guru itu dan memohon menjadi murid-Nya. Bertanyalah ia kepada gadis itu, "Seharga berapakah engkau beli bunga-bunga teratai itu ?"
Gadis itu menatap Megha dan dengan mudah dapat melihat bahwa ia adalah seorang pemuda cerdas yang penuh perhatian. Gadis itu menjawab, "Aku hanya membeli lima tangkai saja. Dua tangkainya lagi aku petik dari kolam di rumahku sendiri."
Megha bertanya, "Berapa uang yang engkau keluarkan untuk lima tangkai itu ?"
"Lima Ratus Rupe."
Megha meminta untuk membeli lima tangkai teratai dengan lima ratus rupenya untuk di persembahkan ke Guru Dipankara. Tapi gadis itu menolak dengan berkata, "Aku membeli bunga ini untuk di persembahkan kepada beliau. Aku tidak bermaksud menjualnya kepada orang lain."
"Megha mencoba membujuknya, "Tapi engkau kan masih bisa mempersembahkan dua tangkai yang kau petik dari kolammu sendiri. Mohon ijinkanlah aku membeli lima tangkai. Aku ingin mempersembahkan sesuatu untuk Guru. Sungguh satu kesempatan langka yang sangat berharga dapat menjumpai Guru sekaliber itu dalam kehidupan ini juga. Aku ingin menemui Beliau dan bahkan memohon untuk menjadi murid-Nya. Jika engkau mengijinkan aku membeli lima tangkai terataimu itu, aku akan sangat berterima-kasih kepadamu untuk seluruh sisa hidupku."
Gadis itu menatap ke tanah dan tidak menjawab.
Megha membujuknya, "Jika engkau mengijinkan aku untuk membeli lima tangkai teratai itu, aku akan melakukan apa saja yang kau pinta."
Gadis itu tampak tersipu-sipu malu. Lama dia tidak mengangkat pandangannya dari tanah. Akhirnya, ia pun berkata, "Aku tidak tahu jodoh apa yang terjalin di antara kita di kehidupan lampau. Yang jelas aku jatuh cinta kepadamu pada pandangan pertama. Kujumpai banyak pemuda namun belum pernah hatiku bergetar seperti ini. Akan kuberikan teratai-teratai ini kepadamu untuk di persembahkan kepada Yang Tercerahkan, tapi hanya jika engkau berjanji kepadaku bahwa di dalam kehidupan ini dan kehidupan-kehidupan kita selanjutnya, aku akan menjadi istrimu."
Dia mengucapkan kata-kata tersebut dengan tergesa-gesa sehingga setelah selesai hampir saja ia kehabisan nafas. Megha tak tahu apa yang harus di katakannya. Setelah hening sejenak, iapun berkata, "Engkau sangat istimewa dan jujur sekali. Waktu melihat dirimu, akupun merasakan sesuatu yang khusus dalam hatiku. Tapi aku mencari jalan menuju pembebasan. Jika menikah tak akan bebas kutelusuri jalur itu saat kesempatan yang tepat menampakkan diri."
Gadis itu menjawab, "Berjanjilah bahwa aku akan menjadi istrimu dan aku bersumpah ketika tiba waktunya bagi dirimu untuk mencari jalurmu, aku tak akan mencegahmu pergi, sebaliknya aku akan melakukan segala yang kumampu untuk membantumu sepenuhnya mencapai pencarianmu."
Dengan bahagia Megha menerima usulannya dan bersama berangkatlah mereka mencari Guru Dipankara. Massa begitu padat sehingga mereka hampir tidak dapat melihat beliau di depan sana. Walaupun hanya dapat memandang wajah beliau sekilas saja, tapi sudah cukup bagi Megha untuk mengetahui bahwa beliau benar-benar adalah Yang Telah Tercerahkan. Megha merasakan kegembiraan yang luar biasa dan bersumpah bahwa suatu hari dirinya pun akan mencapai pencerahan tersebut. Ingin sedekat mungkin ia menghampiri agar dapat mempersembahkan Guru Dipankara bunga teratai, tapi mustahil baginya untuk bergerak maju melalui lautan manusia. Tak tahu apa yang harus di lakukan, ia pun melemparkan bunga-bunga itu ke arah Guru Dipankara. Secara ajaib sekali teratai-teratai itu mendarat tepat di tangan Sang Guru. Megha begitu gembira melihat betapa tulus hatinya terbukti. Gadis itu meminta Megha untuk melemparkan bunganya ke arah Sang Guru. Dan dua tangkai teratai itu juga mendarat di tangan Sang Guru. Guru Dipankara berseru, meminta pihak yang mempersembahkan bunga teratai untuk menampakan diri. Massa membelah diri memberikan jalan untuk Megha dan gadis itu. Megha mengandeng tangan Sang Gadis. Bersama mereka membungkuk hormat di hadapan Guru Dipankara. Sang Guru menatap Megha lalu berkata, "Aku memahami ketulusan hatimu, dapat kulihat engkau memiliki keteguhan hati yang besar untuk menelusuri jalur spritual guna mencapai penerangan sempurna dan menyelamatkan semua mahkluk. Berbahagialah, suatu hari dalam kehidupan mendatang engkau akan mencapai sumpahmu."
Setelah itu Guru Dipankara memandang gadis yang sedang berlutut di sisi Megha dan berkata kepadanya, "Engkau akan menjadi sahabat terdekat Megha dalam kehidupan ini maupun banyak kehidupan mendatang. Ingatlah untuk menepati janjimu. Engkau akan membantu suamimu merealisasikan sumpahnya."
Megha dan gadis itu tersentuh mendalam sekali oleh kata-kata sang Guru. Mereka membaktikan diri untuk mempelajari jalur menuju pembebasan yang diajarkan Yang Tercerahkan, Dipankara.
Anak-anak dalam kehidupan ini dan banyak kehidupan selanjutnya, Megha dan gadis itu hidup sebagai suami dan istri. Sewaktu sang suami harus pergi guna menelusuri jalur spritualnya, si istri membantunya dalam segala cara yang ia mampu. Tak pernah ia mencoba mencegahnya. Oleh sebab itu, dia merasa bersyukur yang paling dalam kepada istrinya. Akhirnya, berhasillah ia merealisasikan sumpahnya dan menjadi manusia yang mencapai penerangan sempurna, seperti yang diramalkan Guru Dipankara di banyak kehidupan sebelumnya.
Anak-anak, uang dan kemasyhuran bukanlah yang terpenting dalam kehidupan. Uang dan kemasyhuran bisa hilang cepat sekali. Pengertian dan cinta-kasih adalah hal terpenting dalam kehidupan. Jika kalian memiliki pengertian dan cinta-kasih, kalian akan tahu kebahagiaan. Berkat pengertian dan cinta kasih masing-masing. Megha dan istrinya saling berbagi kebahagiaan di banyak kehidupan. Dengan pengertian dan kasih sayang, tiada yang tak bisa kalian selesaikan.
Yasodhara beranjali dan membungkuk hormat kepada Buddha. Dia begitu tersentuh hingga menitikkan air mata. Ia tahu meskipun Sang Buddha menuturkan kisah itu kepada anak-anak, tapi sesungguhnya kisah itu secara khusus ditujukan kepada dirinya. Itu adalah cara Beliau menghaturkan terima-kasih kepada dirinya. Ratu Prajapati menatap Yasodhara. Dia pun paham mengapa Sang Buddha menceritakan kembali kisah ini. Dia lalu meletakkan tangannya ke atas pundak menantunya dan berkata kepada anak-anak, "Tahukah kalian siapa Megha dalam kehidupan ini? Beliau adalah Buddha. Dalam kehidupan kali ini, Beliau menjadi orang yang mencapai penerangan sempurna. Dan tahukah kalian siapa istri Megha dalam kehidupan kali ini? Dia tak lain tak bukan adalah Putri Yasodhara kalian. Berkat pengertiannya, Pangeran Siddharta bisa menelusuri jalurnya dan mencapai kebangkitan. Sudah sepantasnya kita menghaturkan terima-kasih kepada Yasodhara."
Lama sudah anak-anak mengasihi Yasodhara. Sekarang mereka berpaling ke arahnya lalu membungkuk hormat kepadanya untuk menyatakan seluruh kasih yang ada di dalam lubuk hati mereka.
Semoga kisah ini bisa membawa keteladanan bagi kita semua, sesungguhnya jodoh adalah izin dan karunia-Nya. Postingan ini diterbitkan melihat kasus-kasus poligami, nikah siri dan perselingkuhan yang sering muncul di media. Semoga dapat menumbuhkan imam pembaca.
Di ambil dari buku "Jalur Tua Awan Putih".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar